Pendahuluan: Ilmu sebagai Fondasi Hidup dan Martabat dalam Islam
Ilmu pengetahuan memegang peranan sentral dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan ilmu, kita mampu membedakan antara kebenaran dan kesalahan, serta mengambil keputusan dengan tepat dan bijaksana. Kedudukan orang berilmu pun sangat mulia di sisi Allah SWT, sebagaimana Firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah ayat 11:
“…niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini menegaskan betapa tingginya derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di mata Allah. Oleh karena itu, menuntut ilmu menjadi suatu kewajiban fundamental dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.”
Hadis ini menggarisbawahi pentingnya thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu) bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Meskipun hukum menuntut ilmu adalah wajib, pendekatan dan implementasi sistem pendidikan di berbagai negara Muslim bisa sangat bervariasi. Artikel ini akan membandingkan perbedaan sistem pendidikan, khususnya pendidikan Islam, di Pakistan dan Indonesia, dua negara dengan populasi Muslim yang besar.
Sistem Pendidikan di Pakistan: Warisan Inggris dan Integrasi Islam
Pendidikan di Pakistan berada di bawah pengawasan bersama Departemen Pendidikan Pemerintah Pakistan dan pemerintah provinsi. Pemerintah federal memiliki peran dalam pengembangan kurikulum, akreditasi, serta pembiayaan penelitian dan pengembangan. Pakistan mengadopsi sistem pendidikan Inggris karena merupakan bekas jajahan Britania Raya.
Sistem pendidikan di Pakistan secara umum dibagi menjadi lima tingkatan:
- Primary/Primer: Setara kelas satu hingga lima.
- Middle/Tengah: Setara kelas enam hingga delapan.
- High/Menengah: Setara kelas sembilan dan sepuluh, mengarah ke Secondary School Certificate (SSC).
- Intermediate/Tinggi: Setara kelas sebelas dan dua belas, mengarah ke Higher Secondary School Certificate (HSC).
- Program Sarjana dan Pascasarjana: Diselenggarakan di berbagai universitas terkemuka.
Pendidikan Berbasis Islam di Pakistan: Fokus pada Nilai Republik Islam
Sejak awal kemerdekaannya pada tahun 1947, Pakistan sangat menekankan pendidikan nasional sebagai sarana untuk merealisasikan cita-cita pendirian Republik Islam Pakistan. Oleh sebab itu, Pakistan sebagai negara republik Islam, berupaya mengimplementasikan ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam berbagai aspek kehidupan modern, termasuk bidang pendidikan.
Kurikulum pendidikan di Pakistan mencakup kombinasi dari delapan program, termasuk mata pelajaran pilihan seperti Biologi, Kimia, dan Fisika Komputasi. Selain itu, ada juga mata kuliah wajib seperti Matematika, Bahasa Inggris, Urdu, Islamiat (Pendidikan Islam), dan Studi Pakistan. Adanya tekanan kuat dari para pemuka agama juga berhasil membuat pemerintah Pakistan setuju untuk memasukkan kembali bab-bab yang membahas tentang sejarah Islam, Al-Qur’an, dan Sunnah dalam kurikulum pendidikan di wilayah seperti North West Frontier Province (NWFP). Hal ini menunjukkan komitmen Pakistan dalam mempertahankan identitas Islamnya melalui jalur pendidikan formal.
Sistem Pendidikan di Indonesia: Adaptasi Western dan Kekuatan Pesantren
Berbeda dengan Pakistan, sistem pendidikan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Amerika. Ini tercermin dalam tiga tahapan pendidikan formal utamanya:
- Elementary School (Sekolah Dasar): Dari kelas 1 sampai kelas 6.
- Junior High School (Sekolah Menengah Pertama): Dari kelas 1 sampai 3 SMP.
- Senior High School (Sekolah Menengah Atas): Dari kelas 1 sampai 3 SMA.
- Kuliah di Universitas: Umumnya selama 4 tahun, disesuaikan dengan penyelesaian Satuan Kredit Semester (SKS) yang diterapkan di universitas masing-masing.
Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia: Peran Pesantren dan Madrasah
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia dapat diwakili oleh pesantren, madrasah, dan sekolah Islam. Tujuan utama lembaga-lembaga ini adalah sama: untuk mengimplementasikan akhlak dan moral yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam bekerja maupun aktivitas lainnya.
Pada awal kemerdekaan, perkembangan pesantren belum sepenuhnya menggembirakan. Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan, pemerintah Indonesia justru lebih fokus mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya. Jabatan-jabatan dalam administrasi modern juga lebih banyak dibuka bagi bangsa Indonesia yang terdidik di sekolah-sekolah umum tersebut.
Namun, terjadi perubahan signifikan pada tahun 1978 ketika Mukti Ali menjabat sebagai Menteri Agama. Kebijakannya membawa warna baru di lingkungan pesantren, yang juga memengaruhi perjalanan politik kaum santri. Mukti Ali membuat kebijakan untuk memasukkan sekitar 70% mata pelajaran umum ke dalam kurikulum madrasah. Hal ini merupakan langkah penting dalam mengintegrasikan ilmu agama dan umum.
Kurikulum di pesantren sendiri sangat bervariasi, tergantung pada sistem yang diterapkan. Ada pesantren modern yang mengadopsi kurikulum umum, ada pesantren salafi yang fokus pada kajian kitab klasik (KutubuTurath), dan ada pula pesantren yang mengkhususkan diri pada tahfidzul Qur’an (hafalan Al-Qur’an).
Saat ini, banyak pesantren tidak hanya mengandalkan kajian kitab kuning untuk mempelajari gramatika bahasa Arab (seperti kitab Jurumiyah, Al Imrithi, Al Fiyah, Balaghah), Hadis (seperti Shahih Bukhari dan Muslim, Riyadushhalihin), Fiqih (seperti Fathul Mu’in, Fathul Qarib, Safinatunnajah), serta Tafsir Al-Qur’an (seperti Tafsir Jalalain), dan Adab (seperti kitab Ta’lim wa Muta’alim). Tetapi, mereka juga mempelajari kurikulum umum seperti Matematika, Bahasa Inggris, Geografi, dan Sejarah.
Di era kekinian di mana teknologi berkembang sangat pesat, sangat penting untuk mempelajari kedua bidang ilmu tersebut (ilmu agama dan ilmu umum). Sebagaimana perkataan Imam Syafi’i rahimahullah yang dinukil oleh Imam Nawawi dalam muqaddimah karya beliau al-Majmu’:
“Imam Syafi’i RA berkata: Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah. Beliau berkata: Tidak ada amalan setelah amalan fardhu yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Dan beliau juga berkata: Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat hendaklah dengan ilmu.”
Ungkapan ini menjadi motivasi kuat bagi umat Muslim untuk terus menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun akhirat, sebagai kunci kebahagiaan di kedua alam.
Sumber Referensi:
- Jurnal Tarbawi UII: https://journal.uii.ac.id/Tarbawi/article/download/184/173/210
- Adisampu Publisher: https://adisampublisher.org/index.php/edu/article/download/20/18/62
- Darunnajah: https://darunnajah.com/perkataan-imam-syafii-4/
- Blood, P. W. (Ed.). (2010). Pakistan: A Country Study. Washington, D.C.: Federal Research Division, Library of Congress.