Warisan Kolonial Inggris dan Belanda: Dampaknya terhadap Sistem Hukum dan Administrasi di Pakistan dan Indonesia

Ilustrasi warisan kolonial Inggris dan Belanda

Bagikan

Daftar Isi

Pendahuluan

Warisan kolonial Inggris dan Belanda. Warisan kolonial adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah bangsa-bangsa pascakolonial, termasuk Pakistan dan Indonesia. Meski keduanya telah merdeka sejak pertengahan abad ke-20, jejak kolonialisme Inggris di Pakistan dan kolonialisme Belanda di Indonesia masih terlihat jelas, terutama dalam sistem hukum dan struktur administrasi negara. Artikel ini bertujuan menelusuri secara komparatif bagaimana Warisan kolonial Inggris dan Belanda tersebut membentuk sistem hukum, birokrasi, dan tata kelola pemerintahan yang ada di Pakistan dan Indonesia saat ini.

Kolonialisme Inggris di Pakistan: Akar Sistem Common Law

Sebelum berdirinya Pakistan pada tahun 1947, wilayah ini merupakan bagian dari India Britania, sebuah koloni di bawah kekuasaan Kerajaan Inggris sejak abad ke-19. Kolonialisme Inggris membawa pendekatan common law, yaitu sistem hukum berbasis preseden atau keputusan-keputusan hakim terdahulu. Sistem ini menekankan fleksibilitas dan interpretasi hukum berdasarkan kasus konkret.

Selain hukum, Inggris juga membangun sistem administrasi sipil modern melalui Indian Civil Service (ICS)—yang kelak menjadi fondasi Pakistan Administrative Service (PAS). Birokrasi ini berperan besar dalam pengumpulan pajak, administrasi wilayah, dan pelaksanaan hukum.

Warisan kolonial lainnya yang sangat berpengaruh adalah penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dalam dunia hukum, pendidikan, dan administrasi pemerintahan. Hingga kini, banyak dokumen hukum dan pengadilan di Pakistan masih menggunakan Bahasa Inggris, yang sering kali menyulitkan masyarakat awam dalam memahami hukum.

Kolonialisme Belanda di Indonesia: Sistem Hukum Sipil dan Dualisme Sosial

Indonesia mengalami kolonialisme Belanda jauh lebih lama—sekitar tiga setengah abad. Pemerintahan kolonial Belanda menerapkan sistem hukum civil law, yaitu sistem hukum berbasis kodifikasi atau undang-undang tertulis. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diterapkan saat ini masih merupakan adaptasi dari Burgelijk Wetboek dan Wetboek van Strafrecht buatan Belanda pada abad ke-19.

Selain itu, Belanda menerapkan sistem hukum ganda: satu sistem hukum untuk orang Eropa, dan sistem hukum adat untuk masyarakat lokal. Dualisme ini menciptakan ketimpangan dalam akses terhadap keadilan dan memperkuat struktur kekuasaan tradisional, karena para penguasa lokal dijadikan perpanjangan tangan pemerintahan kolonial.

Sistem administrasi kolonial juga sangat hierarkis dan kaku. Belanda menciptakan jabatan seperti resident, controleur, dan asisten wedana, yang mengawasi jalannya pemerintahan lokal dengan pengawasan ketat dari Batavia (sekarang Jakarta). Budaya birokrasi yang serba formal dan lambat adalah sebagian dari warisan struktur ini.

Perbandingan Sistem Hukum: Common Law vs Civil Law

Perbedaan mendasar antara Pakistan dan Indonesia dalam hal sistem hukum adalah basis epistemologinya.

  • Pakistan, dengan sistem common law, memberi peran besar pada hakim dalam menafsirkan hukum. Hakim dapat menetapkan preseden yang berlaku luas. Sistem ini memberi fleksibilitas, tetapi juga ketergantungan pada interpretasi individual.
  • Indonesia, dengan civil law, menekankan supremasi undang-undang tertulis. Hakim lebih bersifat sebagai “mulut undang-undang” dan tidak diperkenankan menciptakan hukum baru. Sistem ini menjamin kepastian hukum tetapi sering kali kurang responsif terhadap dinamika sosial.

Sebagai contoh:

  • Pakistan Penal Code (PPC) yang diadopsi dari Indian Penal Code (1860) tetap menjadi tulang punggung hukum pidana Pakistan, meskipun beberapa pasal telah mengalami islamisasi.
  • Indonesia, KUHP Belanda yang diadopsi sejak 1918 baru mulai direvisi secara menyeluruh pada 2023—setelah lebih dari satu abad digunakan.

Birokrasi dan Administrasi: Struktur Warisan Kolonial yang Bertahan

Dalam aspek birokrasi, Pakistan dan Indonesia sama-sama mewarisi struktur administratif kolonial yang sangat terpusat dan elitis.

Pakistan Warisan British Raj terlihat dalam bentuk perekrutan birokrat melalui sistem ujian nasional yang ketat, pengawasan ketat dari pusat, dan pembagian administrasi provinsi yang mirip dengan struktur kolonial. Meski telah mengalami perubahan dalam hal desentralisasi dan devolusi kekuasaan (misalnya melalui Local Government Acts), kecenderungan untuk sentralisasi masih sangat kuat.

Indonesia Di Indonesia, struktur administratif kolonial tetap melekat dalam model organisasi pemerintah daerah, rekrutmen ASN, dan hubungan pusat-daerah. Jabatan seperti camat, bupati, dan gubernur adalah bentuk lanjutan dari struktur kolonial, meski kini telah mengalami demokratisasi melalui pemilu.

Namun, budaya birokrasi paternalistik, pengutamaan formalitas, dan resistensi terhadap transparansi masih menjadi tantangan di kedua negara. Ini adalah sisa dari mentalitas kolonial yang menempatkan birokrasi sebagai alat kekuasaan, bukan pelayan publik.

Bahasa dan Hukum: Jejak Linguistik Kolonial

Bahasa hukum yang digunakan di kedua negara masih mencerminkan pengaruh kolonial:

  • Pakistan: Bahasa Inggris tetap menjadi bahasa utama dalam dunia hukum dan administrasi. Hal ini menciptakan kesenjangan antara masyarakat awam dengan sistem hukum yang sulit diakses.
  • Indonesia: Meski telah menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa hukum, banyak istilah hukum masih diambil dari Bahasa Belanda, seperti gugatan, eksepsi, putusan verstek, dan inkracht van gewijsde.

Warisan bahasa ini bukan hanya soal linguistik, tetapi juga memperlihatkan bagaimana struktur hukum dan akses terhadap keadilan dapat terhambat oleh hambatan budaya dan komunikasi.

Reformasi Hukum dan Tantangan Modern

Baik Pakistan maupun Indonesia telah melakukan reformasi hukum dan administrasi sejak merdeka. Namun, proses reformasi ini tidak mudah, karena sistem yang ditinggalkan penjajah telah membentuk budaya hukum dan pemerintahan selama puluhan tahun.

Pakistan Upaya islamisasi hukum yang dimulai sejak rezim Zia ul-Haq telah memodifikasi sistem hukum kolonial, tetapi tidak sepenuhnya menggantikannya. Banyak ketentuan hukum tetap menggunakan struktur kolonial, meskipun diberi tafsir keislaman.

Indonesia Di Indonesia, revisi KUHP dan otonomi daerah pasca-1998 adalah dua bentuk reformasi besar. Namun, resistensi terhadap desentralisasi dan lambatnya revisi hukum warisan kolonial memperlihatkan betapa kuatnya pengaruh masa lalu dalam membentuk institusi masa kini.

Tabel Perbandingan: Sistem Hukum dan Administrasi

AspekPakistan (Warisan Inggris)Indonesia (Warisan Belanda)
Sistem hukumCommon law, preseden yudisialCivil law, kodifikasi hukum
Bahasa hukumBahasa InggrisBahasa Indonesia (dengan istilah Belanda)
BirokrasiElitis, sentralistikHirarkis, semi-feodal
PeradilanAktif, fleksibelPasif, legalistik
Pendidikan hukumBerbasis common lawBerbasis civil law

Dinamika Reformasi Hukum Pascakolonial

Seiring berkembangnya masyarakat, kedua negara menghadapi tantangan dalam menyesuaikan sistem hukum kolonial dengan tuntutan demokrasi, hak asasi manusia, dan partisipasi publik. Kebutuhan akan keterbukaan informasi, efisiensi birokrasi, dan penyederhanaan akses hukum semakin mendesak.

Pandangan akademik pun menyebut bahwa “sistem hukum pascakolonial harus disesuaikan secara kontekstual, bukan sekadar diislamkan atau didemokratisasi secara normatif.” (Sumber: Prof. Ayesha Jalal, sejarawan hukum Pakistan)

Kesimpulan

Warisan kolonial Inggris dan Belanda tidak sekadar menjadi catatan sejarah, tetapi masih menjadi kerangka operasional dari sistem hukum dan birokrasi Pakistan dan Indonesia saat ini. Baik sistem common law Pakistan maupun civil law Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi keduanya menghadapi tantangan serupa: bagaimana menyesuaikan sistem hukum dan administrasi dengan kebutuhan masyarakat modern yang demokratis dan adil.

Masa depan kedua negara sangat bergantung pada kemampuan mereka mereformasi sistem warisan kolonial dengan cara yang partisipatif, kontekstual, dan inklusif—bukan sekadar meniru atau mengganti label hukum semata.


Referensi Eksternal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Tidak ada postingan lagi untuk ditampilkan
Ilustrasi warisan kolonial Inggris dan Belanda

Related Post

Lihat Artikel Lainnya