5 Persamaan Nilai Religius dalam Seni Bela Diri Silat dan Gatka
Ketika mendengar istilah seni bela diri, sebagian besar dari kita mungkin langsung teringat Karate, Taekwondo, atau Kung Fu. Namun, di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan Pakistan, terdapat seni bela diri warisan leluhur yang tak hanya menekankan aspek fisik, tetapi juga nilai-nilai religius yang mendalam.
Silat dari Indonesia dan Gatka dari Pakistan adalah contoh nyata bagaimana warisan budaya lokal menyatu erat dengan ajaran keagamaan dan spiritualitas.
Kedua seni bela diri ini bukan hanya kesenian serta sarana pertahanan diri semata. Lebih dari itu, keduanya menjadi alat untuk membentuk karakter kuat melalui nilai moral, etika, kedisiplinan, dan ketakwaan yang terkandung dalam ajarannya.
Artikel ini akan membahas lima persamaan utama nilai religius dalam seni bela diri Indonesia dan Pakistan, yang menjadikannya lebih dari sekadar tradisi, melainkan cerminan kedalaman budaya dan keimanan masyarakatnya.
Silat, Seni Bela Diri Warisan Leluhur Indonesia
Silat, atau Pencak Silat, merupakan seni bela diri warisan leluhur Indonesia. Kata “Pencak” merujuk pada gerakan yang ekspresif, sementara “silat” berarti seni bela diri atau teknik bertarung. Sejarawan memperkirakan Pencak Silat sudah ada sejak abad ke-7 Masehi, bermula dari kegiatan berburu dan perang suku asli Indonesia menggunakan alat seperti parang, perisai, dan tombak.
Penemuan ini didukung oleh artefak dari masa Hindu-Buddha yang dihiasi dengan ukiran dan relief bergambar kuda-kuda, posisi dasar dalam pencak silat, yang juga dapat ditemukan di Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Sekitar abad ke-14, Pencak Silat berkembang pesat dan menyebar ke seluruh penjuru Nusantara. Seni bela diri ini kemudian dimanfaatkan sebagai media latihan spiritual di berbagai pesantren oleh para penyebar ajaran Islam. Dari sinilah karakter masyarakat dibentuk melalui nilai religi yang diajarkan dalam pencak silat. Selain itu, Pencak Silat juga diakui membangkitkan semangat rakyat untuk berani melawan penjajah.
Pencak Silat menjadi bagian integral dari warisan budaya Indonesia yang berperan dalam menjaga dan mempertahankan identitas serta keberagaman. Pengakuannya secara internasional melalui partisipasi event resmi membuktikan kesuksesannya. Peran Pencak Silat tidak hanya sebatas sebagai olahraga, tetapi juga sebagai perwujudan nilai keberagaman dan kekayaan kebudayaan sebagai warisan di Indonesia.
Gatka, Seni Bela Diri Pakistan yang Menjaga Warisan Budaya
Dalam kekayaan budaya Asia Selatan, seni bela diri memegang peran penting dalam mempertahankan identitas dan tradisi masyarakat. Salah satu seni bela diri yang menarik perhatian adalah Gatka, seni bela diri tradisional yang berasal dari wilayah Punjab, termasuk bagian yang kini berada di Pakistan.
Meskipun lebih dikenal sebagai warisan budaya Sikh, Gatka juga telah menjadi bagian dari kekayaan budaya Pakistan, khususnya di komunitas Punjab yang menjunjung tinggi nilai sejarah dan kehormatan.
Gatka sudah ada sejak abad ke-15. Seni bela diri ini terkenal karena penguasaan keterampilan bertarung menggunakan tongkat dan pedang, serta pengendalian diri bagi penganut agama Sikh. Istilah Gatka berasal dari bahasa Sansekerta “Gada” yang berarti tongkat kayu atau logam.
Gatka mulai diajarkan oleh Sikh ke-6, Hargobid, menggunakan dua pedang: Miri (duniawi) dan Piri (spiritual, transendental). Gatka tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga keseimbangan, ketepatan, dan kelincahan. Latihan dasar Gatka mencakup gerakan kaki, rotasi senjata, dan koordinasi tubuh yang sinkron.
Salah satu ciri khasnya adalah penggunaan senjata tradisional seperti talwar (pedang), lathi (tongkat kayu), kirpan (belati), dan chakram (cincin pelempar).
Gatka tidak hanya sebagai kesenian semata, tetapi juga sebagai bentuk perlawanan masyarakat asli India terhadap penjajah seperti bangsa Mughal. Teknik dalam seni bela diri Gatka sangat efektif sebagai bentuk pertahanan dan penyerangan dengan sentuhan visual. Koordinasi pikiran dan tubuh melalui meditasi membentuk sistem holistik dalam pembentukan karakter.
Teknik ini menyampaikan pesan mendalam: tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, individu yang menguasai Gatka juga memerlukan pengendalian pikiran sebagai penyeimbang.
Menyingkap Nilai Religius dalam Seni Bela Diri Silat dan Gatka
Baik Silat maupun Gatka, keduanya memiliki makna filosofis yang mendalam. Mereka tidak hanya menekankan aspek fisik, tetapi juga spiritual dalam pembentukan karakter, baik dalam skala individu maupun kelompok, yang diwariskan secara turun temurun. Berikut lima persamaan nilai religi dalam seni bela diri Silat dan Gatka:
1. Hubungan Erat dengan Ajaran Agama
Dalam Silat, ajaran seni bela diri ini banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam. Pada beberapa aliran, latihan dimulai dengan doa, dan filosofi bela dirinya menekankan akhlak. Sementara itu, Gatka memiliki unsur spiritualitas Sikh, dengan latihan sering disertai pembacaan doa dan meditasi. Kedua seni bela diri ini memiliki kesamaan, yaitu meyakini bahwa kekuatan fisik harus disertai dengan kekuatan iman dan kedekatan kepada Tuhan.
2. Disiplin Sebagai Bentuk Pengabdian
Disiplin dalam seni bela diri dianggap bukan hanya latihan fisik, tetapi juga cara mendekatkan diri kepada nilai-nilai ilahi. Dalam Silat, murid diajarkan patuh kepada coach sebagai bentuk ketaatan kepada orang yang lebih berilmu. Dalam Gatka, murid mengabdi kepada pelatih sebagai bentuk penghormatan spiritual.
Kesamaan dari kedua seni bela diri ini adalah nilai kedisiplinan merupakan cara melatih jiwa untuk selalu tunduk kepada kebaikan dan kebenaran.
3. Bela Diri Sebagai Alat Menegakkan Keadilan
Baik di Indonesia maupun Pakistan, seni bela diri tidak digunakan untuk menyerang, tetapi untuk membela yang lemah dan melindungi kebenaran. Filosofi ini berasal dari ajaran agama, di mana Islam dan Sikhisme sama-sama mengajarkan keadilan. Nilai kesamaan dari kedua bela diri ini menilai bahwa bela diri merupakan sarana ibadah dan pelindung nilai kemanusiaan.
4. Adanya Ritual dan Simbol Religius
Dalam Silat tradisional, latihan kerap dimulai dengan ritual seperti doa, gerakan salam, dan bahkan zikir. Sementara Gatka sering ditampilkan dalam festival keagamaan dan disertai nyanyian rohani (shabad kirtan). Nilai kesamaannya yaitu ritual bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi bagian inti dari latihan, menghubungkan fisik dan spiritual.
5. Pengendalian Diri dan Larangan Menyakiti Tanpa Alasan
Harmoni Fisik dan Spiritual dalam Seni Bela Diri Indonesia-Pakistan
Dalam Silat dan Gatka, kekuatan hanya digunakan saat benar-benar diperlukan. Menyakiti orang lain tanpa alasan adalah pelanggaran terhadap nilai spiritual. Dari ajaran tersebut, pengendalian diri adalah bentuk tertinggi dari kemenangan spiritual, melebihi kemenangan fisik.
Nilai religi dalam seni bela diri Indonesia dan Pakistan menunjukkan bahwa kekuatan fisik yang sejati lahir dari kedalaman spiritual. Baik Silat maupun Gatka tidak hanya mendidik tubuh, tetapi juga membentuk karakter dan keimanan. Dengan memahami kesamaan nilai budaya dan religi ini, kita bisa melihat seni bela diri bukan sekadar warisan tradisional, tetapi juga jalan menuju kedamaian, pengendalian diri, dan harmoni antar umat manusia.
Sumber Referensi:
- Sikhismguide.net. Gatka : Martial Art.
- Kompasiana. (2024). Mengenal Gatka Martial Art, Seni Bela Diri Penganut Sikh.
- Gramedia Blog. Sejarah Pencak Silat: Aliran Pencak Silat di Indonesia beserta Tujuannya.
- Darmawan, Agung Dwi, dkk. (2023). Pencak Silat dan Nilai Sosial dalam Masyarakat : Literature Review. Penjaga. 4(1).