Di tengah pembangunan ulang pasca Perang Dunia II, dunia seni kembali bersemi sebagai penanda dimulainya era revolusi. Perlahan, pengaruh modernisme dari barat merayap menyebrangi samudra menawarkan bahasa visual yang segar dan berani kepada seniman di seluruh dunia melalui seni kontemporer.
Tak terkecuali bagi Sughra Rababi, seorang seniman wanita yang lahir di Karachi, Pakistan pada tahun 1922, dimana pada saat itu, lingkungan mengajarkan kepada perempuan untuk bersikap tenang dan bijaksana.
Namun, sebagai seorang perempuan dirinya memilih untuk berbeda, menjadi seorang seniman dengan caranya sendiri. Dari situlah, Sughra Rababi menjadi seniman visioner yang melintasi berbagai medium dan batas geografis.
Awal Perjalanan Sughra Rababi
Sughra Rababi atau nama panggilan lainnya adalah Ruby Mandviwalla adalah putri tertua dari pasangan Asma Lotia dan Ghulam Ali Mandviwalla. Bersama lima saudara kandung dan orangtuanya, Sughra tinggal di Preedy Street, Karachi.
Sughra Rababi menempuh pendidikan di St. Joseph’s Convent, sebuah sekolah khusus perempuan dimana para biarawati yang biasa dipanggil dengan “suster” mendidik dan membentuk pemikiran anak muda yang bersekolah disana.
Di sekolah itulah, Sughra Rababi mulai menemukan dirinya ketika terjadi pertentangan antara dirinya dengan pengajar sejarahnya ketika terjadi salah penafsiran tentang keyakinan yang dianut oleh Sughra Rababi. Sughra muda dengan berani menentang kesalahan persepsi tentang keyakinan yang dianutnya meskipun berujung pada penghinaan dan pengusiran.
Perjalanan pendidikan yang penuh dengan lika liku membawa Sughra Rababi pada suatu momen yang mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Seperti yang diutarakan oleh putri Sughra Rababi, Dr. Zeba Vanek, seorang ahli neurologis di Los Angeles, sekaligus pengajar di UCLA mengungkapkan.
Bahwa kisah itu dimulai ketika ibunya yang saat itu masih muda dan bersekolah di St. Joseph’s Convent mendapatkan kabar bahwa dirinya memenangkan kontes melukis bergengsi “All Sindh Bombay Interschool Painting Competition” dan mendapat undangan menghadiri seremoni yang dihadiri oleh Gubernur Inggris yang pada saat itu Karachi dan seluruh wilayah Sindh dimasukkan ke dalam Bombay Presidency.
Sughra Rababi menempuh pendidikan seninya di Sekolah Seni Saranagati di Karachi yang dimana sekolah tersebut menggunakan kurikulum pembelajaran yang memadukan filosofi pendidikan timur dan barat serta pendekatan pembelajaran yang lebih organik dengan tujuan mempersiapkan generasi muda untuk mengembangkan imajinasi serta naluri mereka.
Setelah menyelesaikan studi seni di tingkat sarjana, Sughra mendaptakan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana Seni di Shantiniketan Fine Arts University, Bengal, India. Hal tersebut merupakan sebuah pencapaian besar bagi seorang perempuan muda yang berasal dari Karachi dimana pencapaian tersebut merupakan cerminan dari pola pikir orang tua Sughra Rababi yang progresif yang dimana pada saat itu kesempatan pendidikan untuk perempuan muda tidak selengkap saat ini.
Sebuah momen yang makin mendekatkan Sughra Rababi pada kesempatannya menjadi pelukis terkenal ketika Ayah Sughra memutuskan untuk pindah dari Karachi ke Lahore pada tahun 1940-an untuk mendirikan bisnis dan memberikan pendidikan terbaik untuk adik-adik Sughra Rababi. Setelah lulus pendidkan pascasarjana, Sughra memutuskan untuk bergabung bersama keluarganya di Lahore.
Selama di Lahore, Sughra bertemu dengan Abdur Rahman Chughtai, seorang seniman legendaris yang menjalin persahabatan dengan ayah Sughra. Karena dekat dengan ayahnya, Sughra juga berinteraksi dengan seniman tersebut dan menemukan inspirasi untuk membuat karya.
Setelah menyelesaikan pendidikan pascasarjana pada tahun 1940-an, Sughra Rababi mengikuti sebuah kontes melukis “All India Painting Competition” dan mengirimkan dua karya berjudul “Anarkali” dan “The Slave Girl”. Para seniman besar seperti Tangore dan Abdur Rahman Chungtai juga berpartisipasi dalam kompetisi tersebut.
Namun tak disangka, lukisan Sughra Rababi bejudul “Anarkali” membawanya menjadi pemenang utama dalam kontes melukis tersebut. Kemenangannya menjadi awal karirnya sebagai seorang seniman hingga lima periode.
Kepiawaian dan Bakat Seni Sughra Rababi
Selama menjalani studi seni di tingkat pascasarjana, Sughra Rababi mempelajari berbagai disiplin ilmu diantaranya seni lukis, seni pahat, musik, tari, teater, dan desain.
Sughra Rababi tidak hanya piawai dalam melukis. Sughra terampil dalam menyulam dan mendedikasikan dirinya untuk melatih para pengrajin berbagai teknik sulaman dari tahun 1960-an hingga awal 1990-an.
Keindahan Lembut Dalam Tradisi
Sebagai seorang seniman berbakat Sughra Rababi tak hanya menguasi aliran kontemporer, tetapi juga sangat selektif dalam memadukan elemen-elemen tradisional dari budayanya. Dari awal berlatih melukis, Sughra memperhatikan detail-detail kecil yang biasa terjadi.
Keterampilan dalam memadukan komposisi mejadikan gaya lukisan Sughra Rababi memiliki keunikan tersendiri. Motif dekoratif yang diambil dari warisan budaya dengan subjek yang beragam seperti perempuan muda yang penuh semangat, wanita tua yang bijaksana, anak-anak yang lincah seperti kijang serta penari yang seolah menari dengan gaya yang mengalir.
Menurut ahli sejarah dari University of Milan, Italia, Dr. Vito Salierno, Sughra Rababi adalah seniman yang berhasil menuangkan pesan kehidupan di setiap karya yang dibuatnya. Karya Sughra Rababi juga memiliki gaya yang unik sebagai bagian dari tradisi dan budaya. Gaya unik dari karya Sughra Rababi diantaranya pemilihan warna yang bersih, ciri khas dari lingkungan dan budaya timur seperti kuning bagikan matahari, biru dari langit, cokelat dari bumi dan manusia, hijau dari lembah, dan merah senja.
Karya-karya tempera milik Sughra Rababi menggunakan pigmen warna dengan pengikatnya adalah putih telur menghasilkan cat yang halus dan cepat kering yang cocok untuk detail yang rumit sekaligus mempertahankan permukaan yang cerah dan tahan lama.
Tak hanya tempera, Sughra Rababi juga menggunakan media lain seperti cat minyak dan akrilik untuk membuat lukisan seperti pemandangan, figuratif, dan kaligrafi.

Lukisan bernama “Mehndi” merupakan karya Sughra Rababi yang dikembangkan memiliki genre istimewa dimana dalam karya tempera tersebut menceritakan tentang ritual Mehndi, dimana para wanita digambarkan memiliki mata yang mirip seperti rusa duduk melingkar menghias tangan seorang pengantin, mengenakan pakaian yang indah dan memberikan kesan mewah memberikan kesan yang otentik. Penggambaran dari lukisannya tersebut mencermikan suasana domestik yang nyaman, ikatan keluarga dan tradisi yang dihargai.

Selain karya tempera “Mehndi” Sughra juga membuat karya lain seperti “Girls with Dolls”. Tidak hanya memadukan ciri khas lukisan Mughal yaitu dramatisasi adengan, Sughra juga menata komposisi secara keseluruhan dengan cermat. Penggmbaran flora, motif tekstil yang dekoratif, latar arsitektur dengan mempertimbangkan ruang, volume, garis, dan warna, menghasilkan perpaduan harmonis di seluruh permukaan lukisan.
Pengaruh Karya Seni Sughra Rababi untuk Dunia
Semenjak terjajahnya negara Palestina, perang dan pembersihan etnis Muslim di Bosnia, bencana kelaparan di Somalia, membuat para seniman merasa tersentuh dan tergerk hatinya untuk melakukan penggalangan dana melalui pameran amal tak terkecuali Sughra Rababi.
Sughra Rababi mulai mengadakan pameran pertamanya pada tahun 1980-an yang didedikasikn untuk membuat program beasiswa bagi pelajar di Palestina.
Pameran tunggal terakhirnya Pameran tunggal terakhirnya diadakan pada tahun 1992 di San Francisco, California, saat Sughra mengunjungi putrinya. Ketika Sughra menoton berita di televisi tentang kelaparan di Somalia, ia mendedikasikan seluruh hasil pamerannya untuk UNICEF.
Namun naasnya, Rababi ditemukan tewas tertusuk di studionya yang berlokasi di Karachi ketika mengerjakan proyek pameran untuk penggalangan dana korban kelaparan di Somalia.
Sebagai pengakuan atas kontribusi artistik dan kemanusiaannya, UNICEF menciptakan “Dana Sughra Rababi”. Wali Kota San Francisco juga mendeklarasikan tanggal 19 Januari 1994, sebagai “Hari Sughra Rababi“ di San Francisco, tempat Rababi mengadakan pameran amal.
Meskipun Sughra Rababi telah wafat, semangatnya tetap hidup yang diwariskan melalui karyanya dan memberi manfaat bagi banyak orang di seluruh dunia. Temukan kisah menarik lainnya hanya di pakistanindonesia.com
Sumber:
Daak Vaak. (2024, 8 Desember). The delicate beauty of the ordinary: Sughra Rababi’s paintings. Daak Vaak. Diperoleh dari https://daakvaak.com/postcards/the-delicate-beauty-of-the-ordinary-sughra-rababis-paintings
Husain, R. (2024, 12 Mei). Artistic odyssey: The inspiring story of Sughra Rababi. The Karachi Collective. https://thekarachicollective.com/artistic-odyssey-the-inspiring-story-of-sughra-rababi/