Bayangkan sore hari di sebuah warung kopi kecil di Lahore. Suara kendaraan di luar bercampur dengan aroma chai panas dan tawa ringan pelanggan tetap. Dua teman tengah berbincang santai,
“Bro, lo tau nggak? Di pabrik tekstil kota kita, sekarang robot kerja 24 jam. Orang cuma duduk depan monitor.”
Kalimat itu terdengar ringan, tapi di baliknya ada pertanyaan besar yang kini menggema di seluruh Pakistan:
Apakah kecerdasan buatan akan mengambil alih pekerjaan manusia?
Bukan cuma obrolan random di warung chai, ini adalah refleksi nyata dari perubahan besar yang sedang terjadi di dunia kerja.
Realitas Teknologi & Pekerjaan di Pakistan

Teknologi otomatisasi dan AI kini menyusup ke jantung industri tradisional Pakistan, dari manufaktur tekstil di Faisalabad, logistik di Karachi, hingga perbankan dan customer service di Islamabad.
Sebuah studi di Journal of Media Horizons (2024) menemukan penurunan signifikan pada pekerjaan tradisional sejak 2018 akibat otomatisasi, terutama di sektor industri dan administrasi.
Namun di sisi lain, sektor IT, e-commerce, dan kesehatan justru menunjukkan pertumbuhan tajam.
Artinya, AI bukan hanya mencabut pekerjaan, AI mengubah cara kerja itu sendiri.
Menurut World Economic Forum 2024, sekitar 60% tenaga kerja Pakistan bekerja di sektor berisiko tinggi terhadap otomatisasi, seperti tekstil, pertanian, dan transportasi. Tapi di balik risiko, ada peluang untuk mereka yang berani beradaptasi.
Siapa yang Paling Terdampak, dan Kenapa Ini Penting
Tidak semua pekerjaan memiliki risiko yang sama.
Pekerjaan yang bersifat rutin, berulang, atau administratif cenderung lebih cepat digantikan.
Contohnya: operator pabrik, kasir, hingga staf administrasi kantor pemerintahan.
Namun, dampaknya tidak merata. Studi dari UNDP Pakistan menunjukkan bahwa perempuan justru menjadi kelompok yang paling rentan, karena banyak yang bekerja di bidang administratif dan pendidikan dasar, sektor yang kini mulai mengadopsi otomatisasi digital.
Jadi, isu ini bukan sekadar tentang teknologi, tapi tentang keadilan sosial: siapa yang bisa menyesuaikan diri, siapa yang tertinggal, dan bagaimana negara menyiapkan warganya menghadapi perubahan besar ini.
Sebuah pabrik tekstil besar di Karachi baru-baru ini memasang sistem otomatis untuk pengemasan dan robot pengendali kualitas.
Hasilnya?
Efisiensi meningkat 30% hanya dalam enam bulan.
Namun dari sisi manusia, ceritanya berbeda:
120 pekerja shift malam dipindahkan ke bagian monitoring dan pelatihan ulang, sementara 45 kontrak kerja tidak diperpanjang.
Cerita ini menggambarkan dua hal penting:
- AI tidak selalu menggantikan pekerjaan sepenuhnya, tapi mengambil alih tugas tertentu.
- Reskilling (pelatihan ulang) adalah kunci agar tenaga kerja tetap relevan dan tidak kehilangan arah di tengah revolusi digital.
AI Sebagai Peluang, Bukan Ancaman

Mari lihat sisi optimisnya.
AI memang mengambil alih tugas-tugas monoton, tapi justru menciptakan pekerjaan baru yang lebih bermakna.
Contohnya startup di Islamabad yang menggunakan AI untuk menganalisis perilaku pelanggan, membuat laporan data otomatis, dan memberi rekomendasi bisnis.
Namun keputusan strategi, komunikasi klien, dan kreativitas tetap dikerjakan oleh manusia.
Seperti kata Hina Tariq, analis dari Tech Juice Pakistan:
“AI bukan pengganti manusia. Ia adalah alat yang membuat manusia bekerja lebih cepat, lebih pintar, dan lebih berpengaruh.”
Jadi, masa depan kerja di Pakistan bukan tentang siapa yang kalah dengan mesin, tapi siapa yang mampu bekerja bersama mesin
Tantangan Utama Tenaga Kerja Pakistan
Meski peluang terbuka, ada tiga tantangan besar:
- Kesenjangan keterampilan
Banyak pekerja belum memiliki kompetensi digital yang sesuai, terutama di sektor informal dan pedesaan. - Kurangnya kebijakan reskilling
Tanpa dukungan dari pemerintah dan perusahaan, banyak pekerja bisa kehilangan arah. - Keterbatasan infrastruktur digital, Untuk memanfaatkan AI, dibutuhkan data, regulasi, dan konektivitas yang stabil , sesuatu yang masih menjadi PR besar bagi Pakistan.
Peluang Baru: Bukan Hanya Cerita biasa

Bahwa AI mengambil alih tugas tertentu bukan berarti dunia kerja hancur. Menurut laporan, AI generatif dan otomatisasi cenderung melengkapi pekerjaan manusia, bukan menggantikannya sepenuhnya, terutama di Pakistan, di mana banyak tugas membutuhkan konteks lokal, interaksi manusia, dan kreativitas.
Contohnya, startup di Islamabad yang menggunakan AI untuk analisis data pelanggan dan laporan bisnis, sementara manusia tetap fokus pada strategi dan hubungan klien. Dengan demikian, pekerja yang siap beradaptasi bisa menemukan “peran baru” yang lebih bermakna.
Tantangan Utama untuk Tenaga Kerja Pakistan
- Kesenjangan keterampilan, banyak pekerja di sektor informal atau manufaktur tradisional belum punya keterampilan yang relevan untuk tugas yang berorientasi AI. Studi menunjukkan pekerja muda dan di daerah rural paling terkena dampak.
- Kurangnya perlindungan sosial, jika teknologi menggantikan pekerjaan, perlu ada kebijakan reskilling dan jaring pengaman sosial supaya pekerja tidak tertinggal.
- Infrastruktur & regulasi, AI membutuhkan data, konektivitas, regulasi, Pakistan masih punya pekerjaan rumah di sana.
Masa Depan Karir Sedang Berubah
Jadi, apakah AI akan menggantikan pekerjaan manusia di Pakistan?
Sebagian, iya, tapi bukan semuanya.
AI memang mengambil alih pekerjaan yang repetitif dan mekanis, tapi juga membuka ruang baru bagi kreativitas, analisis, dan strategi manusia.
Mereka yang mau belajar, beradaptasi, dan berani mencoba hal baru akan menjadi bagian dari generasi pekerja masa depan Pakistan yang lebih tangguh dan relevan.
Kembali ke warung chai di Lahore: obrolan santai tentang robot pabrik tadi sebenarnya menggambarkan kenyataan yang jauh lebih besar, masa depan dunia kerja sedang berubah, dan Pakistan ada di tengahnya.
Jadi, bukan waktunya takut pada mesin, tapi saatnya belajar cara bekerja bersamanya.



