Pashtunwali , kode etik kuno Suku Pashtun, kini menjadi sorotan di tengah kebijakan yang membatasi akses pendidikan tinggi bagi perempuan di wilayah yang dikuasai oleh Imarah Islamiyah Afghanistan. Pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah afiliasi ini berasal dari ajaran Islam atau lebih dipengaruhi oleh tradisi masyarakat Pashtun di Pakistan , yang merupakan kelompok mayoritas di negara tersebut?
Pashtun adalah salah satu kelompok etnis terbesar yang menempati wilayah Afghanistan dan Pakistan . Mereka juga dikenal sebagai Pakhtun atau Pathan, dan secara etnis berasal dari kelompok Iran yang berpusat di kawasan Pashtunistan. Hingga tahun 1970-an, istilah Afghan secara historis merujuk pada etnis Pashtun, sebelum akhirnya diadopsi sebagai identitas nasional bagi seluruh penduduk Afghanistan.
Bahasa utama suku Pashtun adalah Pashto , dari cabang bahasa Indo-Iran. Selain itu, mereka juga menggunakan Bahasa Parsi sebagai bahasa kedua di Afghanistan, dan Bahasa Urdu serta Hindi di Pakistan dan India.
Dalam bukunya Ethnic Groups of South Asia and the Pacific: An Encyclopedia , James B. Minahan menggambarkan Pashtun sebagai kelompok etnis terbesar ke-26 di dunia, terdiri dari sekitar 350–400 suku dan klan. Populasi global orang Pashtun diperkirakan mencapai 49 juta jiwa , termasuk etnis terbesar di Afghanistan (sekitar 48% dari total populasi ) dan komunitas etnis terbesar kedua di Pakistan (proporsi 18,24% dari total populasi).
Selain tersebar di Afghanistan dan Pakistan, diaspora Pashtun juga ditemukan di India (khususnya Rohilkhand, Delhi, dan Mumbai) serta di berbagai negara Arab di Teluk Persia, terutama Uni Emirat Arab.
Mayoritas suku Pashtun menganut Islam Sunni dengan mengikuti mazhab Hanafi. Terdapat juga komunitas kecil Syiah di wilayah Khyber Pakhtunkhwa dan Paktia. Komunitas Hindu dan Sikh Pashtun diketahui bermigrasi dari Khyber Pakhtunkhwa perpecahan India dan Pakistan serta meningkatnya pengaruh Taliban.
Suku Pashtun di Pakistan memiliki warisan budaya yang sangat kuat. Mereka secara turun-temurun mempertahankan tradisi dan norma sosial mereka dengan ketat, dikenal sebagai pejuang yang gigih dalam mempertahankan cara hidup mereka. Prinsip utama yang mengatur kehidupan mereka adalah kode etik Pashtunwali , yang berarti “cara hidup Pashtun” atau “melaksanakan kehidupan Pashtun”.
Bernt Glatzer dalam The Pashtun Tribal System menggambarkan Pashtunwali sebagai kode sosial yang tidak kompromis, yang sering kali bertentangan dengan norma dunia Barat. Pashtunwali merupakan sistem hukum dan sosial yang mengatur kehidupan suku Pashtun dengan aturan yang sangat mengakar, mencerminkan nilai-nilai kuat seperti kehormatan, keadilan, keramahtamahan, pengampunan, dan toleransi komunal.
Sebagai masyarakat yang sangat menghargai kehormatan dan integritas kelompok, suku Pashtun lebih mengutamakan konteks kolektif dalam menyelesaikan konflik. Masalah sehari-hari diselesaikan melalui diskusi kekeluargaan, sedangkan masalah serius (seperti kejahatan berat atau perjanjian suku) dibawa ke lembaga Jirga .
Jirga merupakan majelis tradisional yang terdiri dari seluruh laki-laki dewasa dalam suatu komunitas Pashtun. Lembaga ini berfungsi sebagai mekanisme pengambilan keputusan yang berdasarkan konteks kelompok. Jirga adalah sistem yang bersifat egaliter, di mana keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama dan wajib ditaati oleh seluruh anggota suku.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Jirga memiliki bobot hukum yang kuat dalam masyarakat Pashtun, dan pun yang menjalani konferensi harus menerima keputusan yang dihasilkan. Apabila seseorang menolak persetujuan, maka hukuman sosialnya sangat berat: rumahnya bisa dibakar dan ia akan dikeluarkan dari komunitas. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya penerapan sistem tradisional dalam masyarakat Pashtun.
Pashtunwali telah mengatur kehidupan suku Pashtun selama berabad-abad. Namun, di era modern, penerapannya menghadapi tantangan besar, terutama dalam konteks hak-hak perempuan dan penerapan ajaran Islam yang lebih inklusif.
Walid Momand dalam Pashtunwali Culture melestarikan beberapa prinsip utama yang mendefinisikan kehidupan Pashtun, termasuk konsep kehormatan, keadilan, dan keselamatan. Mari kita telaah beberapa prinsip kunci Pashtunwali dan bagaimana mereka berinteraksi dengan nilai-nilai modern:
1. Nanewatai: Memaafkan untuk Perdamaian
Nanewatai adalah prinsip rekonsiliasi yang memungkinkan memaafkan seseorang yang mengakui kesalahannya, sehingga permusuhan dapat berakhir. Dalam perspektif modern, prinsip ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai tradisional dapat menjadi model penyelesaian konflik tanpa perlu tindakan represif.
2. Teega atau Kanray: Gencatan Senjata dan Konsensus Suku
Dalam suku konflik, Teega atau Kanray berfungsi sebagai mekanisme transmisi pertumpahan darah, diambil melalui Jirga . Pelanggaran terhadap Teega dapat diakhiri pada hukuman berat, menggarisbawahi pendekatan kolektif masyarakat Pashtun dalam mengakhiri hukuman, yang berbanding terbalik dengan sistem hukum individualistis modern.
3. Badal: Harga Diri dan Kewajiban untuk Membalas
Konsep Badal mengakar dalam prinsip kehormatan suku Pashtun. Setiap pelanggaran dianggap pelanggaran serius terhadap martabat yang harus dibalas untuk mempertahankan harga diri. Dalam kasus ekstrim, hal ini dapat memicu siklus balas dendam. Jika dilihat dari perspektif keadilan modern, Badal sering disebut dengan sistem hukum yang mengacu pada rekonsiliasi daripada hukuman balas dendam.
4. Melmastia: Keramahtamahan sebagai Kewajiban Sosial
Salah satu aspek paling menarik dari Pashtunwali adalah Melmastia , prinsip keramahtamahan yang sangat dihormati. Seorang Pashtun wajib menyambut tamu (kerabat maupun orang asing) dengan kehangatan, menyajikan makanan terbaik, dan memberikan layanan maksimal tanpa mengharapkan balasan. Tradisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat dapat mempertahankan tradisi luhur dalam menghormati dan melindungi tamu.
5. Tor: Kehormatan Wanita yang Dijaga dengan Ketat
Tidak dapat disangkal bahwa posisi perempuan dalam Pashtunwali merupakan salah satu aspek paling kontroversial. Konsep Tor mengatur kehormatan wanita dengan aturan yang sangat ketat. Bahkan sekadar menyentuh atau menatap seorang perempuan bisa dianggap pelanggaran serius yang berakhir pada hukuman ekstrem, seperti kasus perzinahan yang langsung diselesaikan dengan tindakan keras.
Di dunia modern, prinsip ini menimbulkan hal besar mengenai hak-hak perempuan. Ketatnya kontrol terhadap kehidupan wanita di Pashtunwali sering kali berbenturan dengan prinsip Islam yang memberikan hak pendidikan dan kebebasan bergerak bagi perempuan. Jika kita perlu bertanya: apakah penerapan Tor benar-benar berasal dari nilai-nilai Islam, atau lebih merupakan warisan budaya yang perlu dievaluasi ulang?
6. Ghundi: Aliansi sebagai Mekanisme Stabilitas Politik
Dalam masyarakat Pashtun, Ghundi berfungsi sebagai mekanisme politik yang memungkinkan berbagai bagian dari suatu suku untuk bergabung dalam aliansi guna mempertahankan kepentingan bersama. Ghundi memiliki peran yang mirip dengan konflik dalam politik modern, meskipun dalam konflik suku, ini juga bisa menjadi instrumen untuk melawan kelompok lain dengan kekuatan penuh.
7. Lokhay Warkawal: Perlindungan sebagai Tanggung Jawab Sosial
Prinsip Lokhay Warkawal memungkinkan suku yang lebih kecil atau lemah meminta perlindungan kepada suku yang lebih kuat, memberikan jaminan keamanan. Ini mirip dengan sistem perlindungan dalam hubungan internasional, di mana negara kecil bergabung dalam pakta pertahanan dengan negara yang lebih kuat.
8. Lashkar dan Chigha: Milisi sebagai Garda Terdepan
Lashkar adalah pasukan bersenjata yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu (perang atau balas dendam), dapat terdiri dari ratusan hingga ribuan prajurit. Chigha adalah tim keamanan yang bertugas mengejar pelaku kejahatan. Di era modern, sistem milisi ini menghadapi tantangan dalam menyesuaikan diri dengan struktur militer yang terorganisir, dan tindakan tanpa regulasi formal yang berisiko menciptakan kekacauan.
9. Tarr dan Mla Tarr: Perjanjian dan Dukungan Militer
Tarr adalah kesepakatan antara dua kelompok atau suku mengenai peraturan tertentu (misal: penggunaan lahan). Mla Tarr adalah dukungan militer yang diberikan anggota suku kepada seseorang yang menghadapi ancaman. Sistem ini menunjukkan bagaimana masyarakat Pashtun mengatur stabilitas mereka berdasarkan konteks lokal, namun relevansinya terancam oleh masyarakat yang semakin terdigitalisasi dan berbasis hukum negara.
10. Badragha: Pengawalan dan Jaminan Keamanan
Badragha adalah kelompok bersenjata yang bertugas mengawal individu dalam perjalanan yang berpotensi menghadapi ancaman. Pengawalan ini merupakan bentuk perlindungan yang dihormati dalam komunitas Pashtun, di mana menyerang kelompok pengawal ini dapat memicu pembayaran. Namun, perlindungan ini hanya berlaku dalam batas wilayah tertentu.
11. Bilga: Kepemilikan Barang Rampasan dan Tanggung Jawab Hukum
Bilga Merujuk pada barang hasil curian atau rampasan. Seseorang yang terbukti memiliki barang curian bertanggung jawab dan wajib mengganti kerugian. Jika ia membuktikan perolehannya dari pihak lain, tanggung jawab beralih ke sumber asal barang tersebut.
12. Bota: Penagihan Utang dengan Jaminan
Bota adalah mekanisme pengumpulan utang. Jika seseorang gagal melunasi utangnya, penagih dapat meminta bantuan kelompok Bota untuk mengambil asetnya (misal: ternak) atau menahan salah satu anggota keluarganya sebagai jaminan hingga utang dilunasi.
13. Baramta: Bantuan Hukum dalam Sengketa dan Utang
Baramta adalah tindakan intervensi pihak ketiga dalam konflik hukum atau masalah finansial. Misalnya, ketika seorang individu dijadikan jaminan atas utangnya, pihak Baramta berperan sebagai pengacara atau mediator yang membantu proses pemulihan hak dan aset yang ditahan.
14. Balandra atau Ashar: Gotong Royong dan Solidaritas Komunal
Balandra atau Ashar adalah bentuk kerja sama masyarakat dalam tugas kolektif, khususnya di sektor pertanian (misal: tanam atau panen). Sistem ini mencerminkan semangat gotong royong yang erat dalam kehidupan masyarakat Pashtun.
15. Meerata: Kekerasan untuk Kepentingan Warisan
Meerata adalah tindakan kriminal pembunuhan brutal terhadap anggota keluarga laki-laki guna merebut hak waris. Pashtunwali dengan tegas menolak tindakan ini; Jirga segera bertindak menghukum pelaku dan mengembalikan keadilan.
16. Saz: Diyat atau Uang Tebusan untuk Rekonsiliasi
Saz adalah sistem pembayaran atau uang darah sebagai pengganti hukuman pembunuhan. Pelaku dapat menawarkan pembayaran kepada keluarga korban melalui Jirga. Dalam beberapa kasus, pembayaran dapat berupa pemberian seorang perempuan dari keluarga pelaku untuk dinikahkan dengan keluarga korban, yang dikenal sebagai Swarah , yang bertujuan mengikat kedua keluarga dalam hubungan darah demi perdamaian.
17. Itbar: Kepercayaan dalam Kesepakatan Bisnis
Itbar adalah prinsip yang mendasari hubungan bisnis. Semua transaksi (penjualan, kredit, jaminan properti) dilakukan berdasarkan kepercayaan lisan yang disaksikan tetua desa. Pelanggaran terhadap kesepakatan ini dianggap tidak sopan dan bertentangan dengan norma Pashtunwali.
18. Hamsaya: Perlindungan bagi yang Memerlukan Tempat Berlindung
Hamsaya adalah bentuk perlindungan yang diberikan kepada seseorang yang meninggalkan rumahnya akibat kemiskinan atau konflik dan mencari perlindungan dari komunitas lain. Orang yang menjadi Hamsaya berstatus sebagai klien atau bawahan dari suku yang memberikan perlindungan, dan wajib mendapatkan keamanan dari semua gangguan luar.

Pashtunwali telah menjaga identitas suku Pashtun selama ribuan tahun, tetapi dalam konteks dunia modern, beberapa prinsipnya perlu dikaji ulang agar selaras dengan nilai-nilai keadilan universal. Tradisi seperti Nanewatai (rekonsiliasi) dan Melmastia (keramahan) menunjukkan bagaimana masyarakat Pashtun memiliki budaya yang berbasis pada perdamaian dan keramahtamahan. Namun, aspek seperti Tor (kehormatan wanita yang ketat) dan Badal (balas balas dendam) mengungkap tantangan besar dalam penyesuaian hukum adat dengan hak asasi manusia, khususnya hak-hak perempuan.
Kode etik Pashtunwali memainkan peran penting dalam mengatur kehidupan masyarakat Pashtun, baik dalam aspek perlindungan, kerja sama sosial, hingga penyelesaian konflik. Nilai-nilai seperti Badragha (pengawalan), Saz (uang darah), dan Ashar (gotong royong) menunjukkan bagaimana komunitas Pashtun berfungsi sebagai unit sosial yang berlandaskan kehormatan dan keadilan.
Dari pengalaman penulis, Suku Pashtun di Pakistan dikenal sebagai salah satu kelompok yang paling menjunjung tinggi nilai keramahtamahan. Prinsip Melmastia menjadi pedoman utama dalam memperlakukan tamu dengan penuh hormat dan kemurahan hati, tanpa membedakan antara tamu dari suku mereka sendiri atau orang asing.
Keramahan ini sering diberikan tanpa mengharapkan balasan, karena merupakan bagian dari kehormatan dan martabat keluarga. Mereka juga memiliki tradisi perlindungan terhadap tamu yang mereka terima, memastikan keamanan penuh selama berada di bawah perlindungan mereka. Nilai-nilai ini menjadikan masyarakat Pashtun sebagai contoh luar biasa tentang bagaimana sebuah komunitas dapat mempertahankan tradisi luhur dalam menghormati dan melindungi tamu.
Dengan memahami lebih dalam kode etik Pashtunwali dapat membantu kita melihat bagaimana hukum adat dan tradisi mempengaruhi hak-hak perempuan di komunitas Pashtun. Hal ini juga membuka diskusi tentang bagaimana tantangan ini dapat diatasi agar sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mengedepankan keadilan dan keseimbangan bagi semua individu, termasuk perempuan.
Referensi:
- Jamal, Aamir. (2014). Penyelidikan Budaya dan Pedagogis, 6(2), hlm. 17-34.
- Luke, Alison, Harvey, Barb, Panate, Karen. (tt). Kesetaraan Perempuan di Afghanistan. Fakultas Hukum Universitas Victoria.
- Shah Khttak, Raj Wali. (2010). Pengantar Budaya Pakhtun.
- Aziz, Latafat., Ali, Rabia. (2021). Episteme dan Pengalaman tentang Pashtunwali: Sudut Pandang Perempuan Pashtun di Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan. Jurnal Penelitian Sosial Pakistan, Vol. 3, No.3, hlm. 204-215.
- Glatzer, Bernt. (2002). Sistem Suku Pashtun . Konsep Masyarakat Suku. New Delhi: Penerbit Konsep.
- Minahan, James B. (2012). Kelompok Etnis Asia Selatan dan Pasifik: Sebuah Ensiklopedia . ABC-CLIO.
- Ibunda, Walid. (2011, 15 September). Budaya Pashtunwali.