Pendahuluan: Dari Bayang-Bayang Imperium Menuju Negara Berdaulat
Dari Dominion ke Republik. Ketika Pakistan Merdeka dari Inggris pada 14 Agustus 1947, negara ini berdiri sebagai bagian dari Commonwealth of Nations atau Dominion yang masih berada di bawah naungan simbolik Kerajaan Inggris. Seperti India, Pakistan mengadopsi sistem pemerintahan parlementer Inggris dan tetap mengakui Raja George VI sebagai kepala negara hingga digantikan Ratu Elizabeth II.
Kemudian, dalam waktu kurang dari satu dekade, Pakistan mengalami perubahan konstitusional dan ideologis yang mendalam. Negara yang lahir dari semangat pemisahan identitas keagamaan ini segera mendefinisikan ulang eksistensinya. Puncaknya, pada 23 Maret 1956, Pakistan resmi menjadi Republik Islam pertama di dunia, mengakhiri hubungan formalnya dengan monarki Inggris.
Pakistan sebagai Dominion (1947–1956): Sistem Lama yang Bertahan
Pada saat kemerdekaan, Pakistan mengadopsi sistem Gubernur Jenderal sebagai kepala negara, mengikuti model Inggris. Perdana Menteri menjadi pemimpin pemerintahan, dan kepala negara tetap dijabat secara simbolis oleh Raja Inggris.
Gubernur Jenderal pertama Pakistan adalah Muhammad Ali Jinnah, tokoh pendiri negara. Ali Jinnah adalah salah satu tokoh yang terus memperjuangkan kemerdekaan saat masih dijajah inggris. Setelah wafatnya Jinnah pada 11 September 1948, posisi tersebut diisi oleh Khawaja Nazimuddin, lalu oleh Ghulam Muhammad, dan akhirnya Iskander Mirza. Namun jabatan ini menimbulkan kontroversi karena terlalu terpusat di tangan non-terpilih.
Dominion sebenarnya memberi Pakistan status “merdeka” namun masih dalam bingkai kekuasaan kolonial. Hal ini mengganggu sebagian besar tokoh nasionalis dan ulama yang mendambakan bentuk pemerintahan Islami yang independen sepenuhnya.
Menuju Konstitusi 1956: Upaya Menegaskan Identitas
Sejak 1949, Konstituante Pakistan mulai menyusun konstitusi permanen. Salah satu landasan ideologis penting adalah “Objectives Resolution” yang menyatakan bahwa Pakistan akan menjadi negara yang sistem hukumnya didasarkan pada prinsip Islam.
Setelah bertahun-tahun perdebatan antara kelompok sekuler, Islamis, dan minoritas, akhirnya pada 23 Maret 1956, konstitusi pertama Pakistan disahkan dan mendeklarasikan Pakistan sebagai Republik Islam.
Pokok-Pokok Konstitusi 1956: Lahirnya Republik Islam
Konstitusi 1956 menjadi tonggak sejarah penting, karena:
- Pakistan menjadi Republik, bukan lagi Dominion.
- Posisi Presiden menggantikan Gubernur Jenderal sebagai kepala negara.
- Presiden dipilih oleh Majelis Nasional, , tidak lagi diangkat oleh kekuasaan kolonial.
- Islam ditetapkan sebagai agama resmi negara.
- Negara menjamin kebebasan beragama bagi minoritas.
- Sistem pemerintahan tetap parlementer, namun berdasarkan nilai-nilai Islam.
Dengan ini, Pakistan menegaskan dirinya sebagai negara Islam pertama di dunia namun tetap dalam kerangka demokratis.
Iskander Mirza: Presiden Pertama, Kudeta Pertama
Iskander Mirza adalah Gubernur Jenderal terakhir Pakistan saat masih Dominion, kemudian menjadi Presiden pertama di bawah konstitusi baru yaitu Republik Islam Pakistan. Namun masa pemerintahannya justru menandai awal dari ketidakstabilan politik yang berkepanjangan.
Hanya dua tahun setelah berstatus republik, tepatnya pada 7 Oktober 1958, Mirza membubarkan parlemen dan memberlakukan keadaan darurat. Disisi lain, tindakannya malah membuka jalan bagi Jenderal Ayub Khan untuk melakukan kudeta militer.
Dalam waktu singkat, Iskander Mirza sendiri dipaksa turun dan diasingkan, menandai awal dari dominasi militer dalam politik Pakistan—kontradiktif dengan semangat republik konstitusional.
Perbandingan: Republik Islam vs Negara Islam
Menariknya, Pakistan menjadi negara pertama di dunia yang secara eksplisit mendeklarasikan diri sebagai “Republik Islam”, berbeda dengan “negara Islam” tanpa struktur pemerintahan demokratis seperti Arab Saudi.
Konstitusi 1956 mencoba menggabungkan demokrasi modern dengan hukum syariat Islam. Namun dalam praktiknya, transisi ini dihadapkan dengan tantangan besar: pertarungan antara sipil dan militer, serta ambiguitas tentang peran agama dalam negara.
Warisan Jangka Panjang: Republik yang Belum Stabil
Sejak 1956, Pakistan telah mengalami:
- Empat konstitusi : Konstitusi Sementara 1950, Konstitusi 1956, Konstitusi 1962, dan Konstitusi 1973. Konstitusi 1973 telah mengalami banyak amandemen dan menjadi konstitusi yang berlaku hingga saat ini.
- Beberapa kudeta militer, terutama oleh Ayub Khan (1958), Zia-ul-Haq (1977), dan Pervez Musharraf (1999).
- Hubungan kompleks antara agama, militer, dan politik sipil.
Meskipun begitu, Penghapusan status Dominion tetap menjadi simbol penting dari kemerdekaan sejati Pakistan dari kolonialisme, dan komitmen awal negara untuk menjalankan sistem demokrasi Islam.
Pelajaran bagi Dunia Modern
Transformasi Pakistan dari Dominion ke Republik menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang lepas dari penjajah, tapi juga tentang membangun sistem yang mencerminkan nilai dan aspirasi rakyatnya.
Perjalanan Pakistan mengajarkan bahwa merumuskan identitas politik dan keagamaan secara konstitusional adalah tugas yang berat, terlebih jika dihadapkan dengan realitas geopolitik, tekanan internal, dan krisis kepemimpinan.
Pakistan dan Indonesia : Mengambil Hikmah Sejarah Perjuangan
Pakistan dan Indonesia lahir dari perjuangan anti-kolonial terhadap imperium Eropa, dan menjadi simbol perlawanan Asia terhadap dominasi Barat. keduanya harus menyeimbangkan antara pluralisme dan nilai-nilai religius mayoritas dalam merumuskan sistem konstitusional dan ideologi negara. Dua negara ini berupaya memadukan nilai-nilai keagamaan dengan sistem pemerintahan modern, tanpa menjadi negara teokrasi penuh.
Pakistan dan Indonesia sama-sama lahir dari pergulatan kolonialisme, ideologi kebangsaan, serta tantangan membangun sistem politik yang inklusif dan stabil. Meski jalur konstitusional dan identitas mereka berbeda (Islam vs Pancasila), keduanya menghadapi dilema yang mirip: bagaimana membangun negara bangsa (nation-state) di tengah kompleksitas agama, etnis, militer, dan warisan kolonial.
Kesimpulan: Republik Islam Pertama dengan Warisan Panjang
Sebagai kesimpulan, Transformasi Pakistan dari Dominion ke Republik Islam pada 1956 adalah babak penting yang menegaskan kemerdekaan sejati bangsa tersebut. Meski menghadapi tantangan berat dalam mengelola sistem republik yang demokratis dan berlandaskan Islam, momen ini tetap menjadi simbol kebangkitan politik pascakolonial yang membentuk identitas nasional Pakistan hingga kini.
Oleh karena itu, meski perjalanan republik Pakistan tidak selalu stabil, transisi ini menandai awal dari upaya panjang untuk membangun negara berdaulat yang mandiri secara konstitusional dan ideologis. Transformasi yang dimulai pada 1956 tetap menjadi bab penting dalam sejarah politik Asia Selatan dan dunia Islam.
Referensi :
- Constitution of Pakistan (1956)
- Talbot, Ian. (1998). Pakistan: A Modern History.
- Burke, S. M., & Ziring, Lawrence. (1990). Pakistan’s Foreign Policy: An Historical Analysis.
- Hassan, Mubashir. (2000). Pakistan: Problems of Governance.
- The Commonwealth – Pakistan’s Historical Status
- Ahmed, Ishtiaq. (2002). “The Pakistan Constitution of 1956: Genesis and Failure.”
- Shaikh, Farzana. (2009). Making Sense of Pakistan.