Madrasah Deobandi bukan sekadar lembaga pendidikan Islam. Ia adalah simbol perlawanan intelektual Muslim India terhadap kolonialisme, sekularisme, dan kompromi ideologi. Di tengah arus sejarah yang berusaha mengikis identitas Islam, Darul Uloom Deoband berdiri kokoh sebagai pusat pemikiran Islam yang berpengaruh di dunia. Hanya Universitas Al-Azhar di Mesir yang dapat menandingi wibawanya, meski dalam konteks yang berbeda.
Peran Deobandi Menjelang Kemerdekaan India
Menjelang kemerdekaan, para ulama Deobandi menunjukkan keberanian luar biasa. Mereka menolak politik sektarian dan justru mengusung nasionalisme komposit, gagasan radikal bahwa Muslim dan Hindu bisa bersatu melawan penjajahan Inggris. Dari sinilah lahir Jamiat Ulema-e-Hind, yang menolak ide pemisahan India menjadi Pakistan sebagaimana didorong oleh Liga Muslim.
Namun, sejarah mencatat perbedaan pandangan di internal Deobandi. Ulama seperti Ashraf Ali Thanwi dan Shabbir Ahmad Usmani mendukung pembentukan Pakistan dan mendirikan Jamiat Ulema-e-Islam. Perbedaan ini mencerminkan ketegangan antara idealisme pan-India dan pragmatisme geopolitik.
Akar Teologi dan Tradisi Keilmuan Deobandi
Gerakan Deobandi bukan produk modernitas, melainkan kelanjutan tradisi keilmuan Islam klasik. Ismail Dehlawi, murid Syah Waliyullah, memainkan peran penting dalam membentuk kerangka teologis Deobandi. Bahkan, filsuf besar Muhammad Iqbal mengakui Deobandi sebagai representasi utuh dari Ahl al-Sunnah wal-Jama’ah.
Secara teologi, Deobandi berpegang pada Maturidisme, keyakinan bahwa akal dan wahyu harus berjalan beriringan. Kitab al-Muhannad ‘ala al-Mufannad menjadi rujukan penting dalam menjawab tuduhan sesat, terutama dari kelompok Barelvi.
Konsistensi Mazhab dan Studi Hadis
Deobandi adalah penjaga mazhab Hanafi. Mereka menolak sinkretisme mazhab dan menentang keras Ahl-i Hadis yang mengabaikan tradisi taqlid. Studi hadis menjadi inti kurikulum mereka, dengan Daura-e Hadis sebagai puncak pendidikan. Posisi Syaikh al-Hadits, pengajar Sahih Bukhari, dianggap sebagai simbol otoritas akademik dan spiritual.
Sikap terhadap Tasawuf dan Budaya Populer
Meski dikenal sebagai tradisionalis, Deobandi menolak keras praktik sufi populer seperti maulid, urs, ziarah kubur, dan qawwali. Mereka tetap mengikuti tarekat besar seperti Naqsybandi dan Chishti, tetapi lebih menekankan konservasi spiritual daripada ritual budaya.
Peran Fikih dan Fatwa Deobandi
Darul Uloom Deoband tidak hanya melahirkan ulama, tetapi juga membangun sistem hukum Islam yang kokoh. Lembaga fatwa mereka, Darul Ifta, menjadi model bagi banyak institusi fikih dunia. Karya monumental seperti Fatawa-e-Rashidiya dan Imdad-ul-Fatawa adalah bukti perlawanan intelektual mereka terhadap dekadensi moral dan kekacauan teologis.
Pengaruh fikih Deobandi bahkan masuk ke sistem hukum Pakistan dan dunia digital modern. Fatwa Perdamaian 2016 yang menolak terorisme menunjukkan bahwa Deobandi tetap teguh menjaga tradisi sekaligus berani menegaskan bahwa Islam menolak kekerasan atas nama Tuhan.
Kesimpulan
Madrasah Deobandi adalah warisan intelektual Islam India yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai benteng perlawanan terhadap kolonialisme dan penyimpangan ideologi. Dengan pengaruh globalnya hingga kini, Deobandi tetap menjadi simbol perjuangan menjaga kemurnian Islam, konsistensi mazhab, dan kedamaian umat manusia.
Referensi :
“Maslak Ulama-e-Deoband – Darul Uloom Deoband – India.” (nd). *Darul Uloom Deoband*. (Diarsipkan 8 Maret 2016)
“Enam Dewa Agung.” (nd). *Darul Uloom Deoband*. (Diarsipkan 8 Maret 2016)
Abbas, T. (2011). *Radikalisme politik Islam: Asal-usul dan tujuan*. Dalam T. Abbas (Ed.), *Radikalisme Islam dan politik multikultural: Pengalaman Inggris* (hlm. 33–34). Routledge.
Aboul-Enein, Y. (2011). *Ideologi Islamis Militan: Memahami Ancaman Global*. Naval Institute Press.
Ali, A. (9 April 2011). Identitas Islam di India yang sekuler. *The Milli Gazette*. https://www.milligazette.com
Asthana, NC, & Nirmal, A. (2009). *Terorisme perkotaan: Mitos dan realitas*. Pointer Publishers.