Profil dan Biografi R.A. Kartini Paling Lengkap

Daftar Isi

Setiap tanggal 21 April bangsa Indonesia memperingati hari Kartini. Seorang Wanita yang diidentikkan dengan ketangguhan dan menjunjung tinggi emansipasi Wanita. Namun tidak banyak dari Anda semua yang mengetahui sosok persis dari Perempuan Bernama lengkap Raden Adjeng Kartini. Umumnya mereka hanya menyimpulkan bahwa sosok Kartini adalah pahlawan Indonesia.

Padahal, penting sekali untuk Anda memahami sosok Perempuan yang Namanya melegenda sehingga dirayakan setiap tahunnya, baik itu di sekolah, di kantor dan tempat umum lainnya.

Berikut adalah profil dari R.A. Kartini, tokoh pahlawan Bangsa:

 

Masa Kecil R.A. Kartini

Kartini lahir 66 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia, tepatnya adalah pada hari Sabtu Legi tanggal 21 April 1879.

Kartini lahir dalam lingkungan keluarga priyayi atau bangsawan, karena itu ia berhak menambahkan gelar Raden Ajeng (R.A.) di depan namanya.

Ayahnya adalah seorang Bupati Jepara pada tahun 1880 atau satu tahun setelah Kartnini lahir. Ayahnya Bernama R.M. Sosroningrat yang menikah dengan istri pertama Mas Ajeng Ngasirah, beliau juga menikahi gadis bangsawan yaitu Raden Ajeng Woerjan yang kemudian dijadikan sebagai istri utama.

Ibunya bernama M.A. Ngasirah, yang merupakan putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

R.A. Kartini bersama saudara-saudarinya

Pernikahan R.M. Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah dikaruniai delapan orang anak, termasuk Kartini, sedangkan pernikahan R.M. Sosroningrat dan Raden Ajeng Woerjan dikaruniai tiga orang anak.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Anak pertama sampai ke-empat merupakan anak laki-laki, sehingga dari kesemua saudaranya, Kartini adalah anak perempuan tertua.

Karena merupakan keluarga priyayi, Kehidupan keluarga Kartini berkecukupan, sehingga Kartini dan saudara-saudaranya bisa tumbuh menjadi anak sehat, cerdas dan berpendidikan.

R.A. Kartini dan Ayahnya yang merupakan seorang kepala daerah

Masa Sekolah R.A. Kartini

Dalam dunia Pendidikan, Kartini tergolong anak Istimewa pada saat itu. Sebab dirinya mendapatkan kesempatan dari pemerintah Belanda saat itu untuk mengikuti Pendidikan di Europesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar Eropa.

Sekolah ELS merupakan sekolah khusus yang diperuntukkan bagi anak-anak Bangsa Eropa dan Belanda serta sedikit dari putra-putri pribumi yang merupakan pejabat tinggi pemerintah.

Bahasa pengantar di ELS adalah bahasa Belanda, sehingga bisa dipastikan Kartini menguasai Bahasa Belanda dengan baik dan mampu bergaul dengan anak-anak lain keturunan Belanda dan Eropa yang ada di sekolah.

R.A. Kartini saat sedang bertugas mengajar

Setelah lulus dari ELS (setara Sekolah Dasar) di usia 13 tahun, Kartini memiliki keinginan dan berkesempatan untuk melanjutkan sekolah di Hogere Burgerschool (HBS) Semarang. Bangunan sekolah tersebut kini dipakai menjadi SMA 1 Negeri Semarang. Masa Pendidikan di HBS berlangsung selama 5 tahun atau setara dengan SMP+SMA pada masa kini.

Namun sayang, keinginan dan kesempatan tersebut justru ditentang ayahnya. Kartini dipaksa untuk menjadi putri bangsawan sejati dengan mengikuti adat istiadat yang berlaku dan ia banyak menghabiskan waktu di rumahnya atau masuk masa pingitan.

 

Masa pingitan Kartini berlangsung selama 6 tahun, dimulai dari awal tahun 1982 sampai dengan bulan Mei 1898.

Kecewa Gagal Kuliah di Belanda

Peluang Kartini untuk mendapatkan pendidikan sedikit terbuka saat pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru pada September 1901.

Selain itu, berita tentang keinginan Kartini untuk melanjutkan pendidikan menjadi bahan pembicaraan di Hindia Belanda dan di Belanda.

Terutama saat kunjungan anggota parlemen Belanda Van Kol ke Jepara yang diberitakan dalam surat kabar De Locomotief tanggal 25 April 1902.

Kemampuan Kartini yang dinilai sangat luar biasa itu mendorong Van Kol memberikan tawaran untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda dengan biaya dari pemerintah.

Usahanya kali ini berhasil dan mendapat restu dari kedua orang tuanya. Namun Kartini justru terhasut saran lain dari Mr. J.H. Abendanon yang membuatnya membatalkan niat sekolah di Belanda.

Sejak mengikuti saran Mr. J.H. Abaendanon dan gagal batal sekolah di Belanda, Kartini sempat mengalami sakit keras karena masalah batin.

Kartini juga mengirimkan surat kepada teman-temannya di Belanda dan memohon agar mereka tidak menjauhinya karena kecewa dengan keputusannya itu.

Kartini berusaha menjelaskan kepada teman-temannya tentang budaya masyarakatnya yang masih belum semaju masyarakat di Belanda.

Penjelasan tersebut menjadikan mereka tetap bersedia menjalin hubungan baik dengan Kartini, walaupun pada awalnya merasa perjuangannya dikhianati oleh orang yang dipercayainya.

 

Mendirikan Sekolah Kartini

Setahun setelah gagal untuk kuliah di Belanda, Kartini kemudian bertransformasi hebat yang sangat positif dan bermanfaat bagi putri-putri bangsa. Keputusannya adalah mendirikan sekolah pada tahun 1903. Sekolah yang didirikan Kartini diperuntukkan khusus Perempuan. Sekolah Kartini terletak di Jepara dan tidak jauh dari tempat tinggal Kartini. Di sekolah ini tentu tidak memiliki kurikulum seperti di sekolah Belanda. Menurutnya, yang terpenting ia bisa mengajarkan membaca, menulis, berhitung, dan beberapa keterampilan lainnya.

Sekolah Kartini khusus untuk perempuan

Menikah dengan Bangsawan

Tidak lama setelah Mendirikan sekolah, Kartini pun di lamar oleh bangsawan seorang Bupati Rembang, Raden Adipati Djojo Adiningrat. Namun sang ayah sempat bimbang karena anaknya itu pernah memutuskan untuk tidak menikah dalam hidupnya.

Setelah meminta waktu untuk berpikir kembali dan meminta saran dari saudari lainnya, Kartini pun menyetujui lamaran Raden Adipati Djojo Adiningrat dengan beberapa persyaratan yang salah satunya adalah keinginan untuk tetap melanjutkan mengurus sekolah Kartini.

Kendati begitu, Raden Adipati Djojo Adiningrat tidak mempermasalahkan keinginan Kartini dan ia tetap diperbolehkan mendirikan dan mengurus sekolahnya.

Akhirnya pernikahan Kartini yang semula direncanakan pada 12 November 1903, atas permintaan calon suaminya dimajukan menjadi 8 November 1903.

Sesuai permintaannya, pernikahan R.A. Kartini dan Raden Adipati Djojo Adiningrat ini tidak disertai dengan upacara mencium kaki mempelai laki-laki oleh mempelai perempuan.

Mempelai laki-laki hanya mengenakan pakaian dinas, sedangkan mempelai perempuan hanya memakai pakaian seperti keseharian biasa.

Akhir Hidup Seorang Pahlawan

Sejak menikah, Kartini pindah ke Rembang yang jaraknya kurang lebih 100 KM dari Jepara. Kartini tetap mengemban tugas sebagai guru di samping tugas utamanya sebagai seorang istri.

Aktifitas keseharian Kartini mulai terhambat setelah mengandung anak pertamanya. Kondisi fisiknya mulai menurun sehingga beberapa kali Ia menderita sakit.

Pada 13 September 1903 Kartini melahirkan seorang anak laki-laki dengan selamat yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat.

Setelah melahirkan kondisi Kartini nampak sehat dan berseri-seri. Namun 4 hari kemudian atau pada 17 September 1903 Kartini menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia yang masih sangat muda 25 tahun.

Sekolah Kartini dan Penyusunan Surat-Surat Kartini

Semenjak kematian Kartini yang dianggap terlalu cepat dan mengejutkan banyak teman-tamannya khususnya yang ada di Belanda. Untuk itu, mereka bertekad untuk melanjutkan perjuangan Kartini yang sudah mendirikan sekolah.

 

Pada 22 Februari 1912 dibentuklah Yayasan Kartini. Yayasan yang diketuai oleh Van Deventer ini bekerja sama dengan Residen Semarang untuk mewujudkan berdirinya sekolah bagi perempuan. Akhirnya, pada 15 September 1913, Yayasan Kartini berhasil mendirikan Sekolah Kartini, sebagai sekolah khusus perempuan pertama di Semarang.

Pada awal perintisannya, Sekolah Kartini tidak memiliki bangunan sendiri, melainkan menepati rumah tinggal biasa di Jomblang. Namun, sekolah Kartini cepat sekali berkembang, terbukti dengan berdirinya sekolah Kartini di kota-kota lain. Berikut beberapa cabang sekolah Kartini yang berdiri di tanah Jawa; Madiun (1914), Jakarta (1914), Bogor (1914), Malang (1915), Cirebon (1916), dan Pekalongan (1916).

Kepergian Kartini juga menyisakan kisah perjuangannya dalam mendobrak budaya Jawa yang dinilai sangat menghambat perkembangan kemajuan Perempuan dan jauh dari pengertian emansipasi Wanita. Perjuangan tersebut tertulis dalam surat-surat yang dikirimkan Kartini kepada teman-temannya, seperti  Rosa Manuela, istri dari Tuan Abendanon, pejabat Dinas Pendidikan Belanda, Ny MCE Ovink-Soer, Zeehandelaar, Prof Dr GK Anton, Ny Tuan HH von Kol, dan Ny HG de Booij-Boissevain.

Surat-surat Kartini tersebut kemudian disatukan dan diterbitkan di negeri kincir angin pada 1911 oleh Mr JH Abendanon dengan judul Door Duisternis tot Licht. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh sastrawan pujangga baru Armijn Pane pada 1922 dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Pengakuan dari Presiden Soekarno

Meskipun usianya yang sangat muda, perjuangan Kartini ternyata dirasakan dampaknya oleh banyak pihak. Mulai dari sekolah-sekolah Kartini yang berdiri di beberapa kota di Indonesia dan juga buku yang ditulis dari kumpulan surat-surat Kartini yang akhirnya banyak merubah pemikiran dari budaya Jawa saat itu yang terlalu mengekang Perempuan.

 

Akhirnya pada 2 Mei 1964, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 108 tahun 1964 yang berisi ketetapan bahwa Kartini adalah Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Soekarno juga menetapkan 21 April sebagai hari Kartini yang diperingati setiap tahunnya sampai sekarang.

 

Pemikiran Kartini juga menginspirasi terciptanya lagu Ibu Kita Kartini oleh W.R Supratman yang liriknya hampir dihafal oleh semua anak bangsa Indonesia dan nadanya menjadi latihan dasar dalam bermain piano atau pianika bagi anak-anak.

 

Sumber:

  • https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini

Bagikan: